Jakarta,(Cakrayudha-hankam.com) – Pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggelar rapat terbatas dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta. Ketiga lembaga itu membahas kemiskinan ekstrem serta penurunan stunting atau gizi buruk pada Senin (30/1), di Balai Kota, Jakarta Pusat.
Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus mengatakan, pihaknya membahas sinkronisasi data yang telah dimiliki dengan data Pemprov DKI.
“Rapat ini lebih kepada pemahaman dan sinkronisasi data karena sebetulnya dalam rangka penurunan stunting sudah punya data yang ada di dashboard Carik yang sebetulnya data itu sudah terkoneksi dengan data SIGA, sistem informasi keluarga yang ada di BKKBN,” kata Tavip kepada wartawan.
Tavip mengatakan, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meminta pihaknya untuk memastikan data-data di Carik sudah tepat. Kemudian, akan di-profiling dan dikoordinasikan lebih lanjut.
“Tadi kesimpulan yang disampaikan Pak Pj Gubernur, dalam waktu dekat kita akan tetapkan sampel-sampel untuk memastikan data-data yang ada di Carik yang sudah terkoneksi di BKKBN itu sasarannya tepat. Kalau sudah sampel itu tepat, nanti akan di-profiling,” jelas Tavip.
Khususnya, data tersebut bisa digunakan untuk memberikan bantuan-bantuan dari Pemprov DKI yang sebetulnya sudah banyak disalurkan ke warga Jakarta. Dari jumlah bantuan yang sudah diberikan kepada masyarakat, Tavip menegaskan seharusnya sudah tidak ada penduduk miskin ekstrem.
“Akan ada kaitannya penanganan kemiskinan ekstrem dengan stunting, khususnya dikaitkan dengan bantuan-bantuan di DKI. Karena sebetulnya orang-orang yang ada di DKI sudah diintervensi dengan berbagai skema bantuan yang ada. Inilah yang justru sedang dicari akar persoalannya. Maka dari itulah nanti dari profiling di lapangan, harapannya bisa ditemukan,” terang Tavip.
Lebih lanjut, Tavip menyebut data profiling itu juga akan menjadi dasar bagi Heru untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat, baik Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Kesehatan, Badan Pusat Statistik (BPS), BKKBN hingga kementerian/lembaga terkait lainnya.
Tavip juga mengatakan, BKKBN terus melakukan pemutakhiran data yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi keluarga terkini sesuai kondisi di lapangan yang akan dimanfaatkan oleh internal dan eksternal BKKBN (kementerian/lembaga, perguruan tinggi, dan mitra kerja lainnya) untuk perencanaan, intervensi, pemantauan dan evaluasi program Bangga Kencana, percepatan penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem, serta program pembangunan lainnya.
Pada 2024, Presiden Joko Widodo menargetkan untuk menurunkan angka stunting hingga 14 persen. Maka, pendekatan yang dilakukan adalah pencegahan.
“Yang paling dekat, pencegahan pada fase calon pengantin, pada saat hamil, dan pada saat 1.000 hari pertama kehidupan,” jelas Tavip.
Sebelumnya, BKKBN menggelar Rapat Kerja Nasional membahas strategi pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana serta program percepatan penurunan stunting tahun 2023 di auditorium kantor BKKBN Pusat di Jakarta, Rabu (25/1). Dalam Rakernas tersebut, diumumkan hasil pengukuran prevalensi stunting di seluruh Indonesia berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022.
Berdasarkan hasil Survei Status GIzi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Tanah Air turun yang semula 24,4 persen pada 2021, turun menjadi 21,6 persen pada 2022. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, stunting bukan hanya urusan tinggi badan tetapi yang paling berbahaya adalah rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan yang ketiga munculnya penyakit-penyakit kronis.
“Oleh sebab itu target yang saya sampaikan 14 persen di tahun 2024. Ini harus bisa kita capai, saya yakin dengan kekuatan kita bersama semuanya bisa bergerak. Angka itu bukan angka yang sulit untuk dicapai asal semuanya bekerja bersama-sama,” ucap Jokowi.
Jokowi menekankan, infrastruktur dan lembaga yang ada harus digerakkan guna memudahkan pengentasan stunting. Dari lingkungan mulai dari air bersih, sanitasi, rumah yang sehat, ini merupakan kerja terintegrasi dan harus terkonsolidasi.
“Jadi target 14 persen itu bukan target yang sulit hanya kita mau atau tidak mau. Asalkan kita bisa mengonsolidasikan semuanya dan jangan sampai keliru cara pemberian gizi,” ungkap Jokowi.(Red)