Malang,(Cakrayudha-hankam.com) – Sidang kasus pembongkaran pagar Stadion Kanjuruhan mulai bergulir di Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang. Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan digelar hari ini secara online.
Kedua terdakwa mengikuti jadwal sidang dari dalam Lapas Kelas I Malang. Di ruang persidangan kedua terdakwa diwakili tiga penasihat hukumnya, salah satunya Gunadi Handoko.
Kedua terdakwa adalah Fernando Hasyim Ashari (19), warga Jalan Ir. Juanda IX, Kelurahan Jodipan, Blimbing, Kota Malang dan Yudi Santoso (46), warga Jalan Tenun, Desa Panggungrejo, Kepanjen, Kabupaten Malang.
Sidang perdana dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Amin Imanuel Bureni. Sementara berkas dakwaan perkara dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang, Sri Mulika.
“Tadi sidang perdana, hanya pembacaan dakwaan saja,” kata jaksa penuntut Sri Mulika kepada wartawan usai persidangan, Selasa (24/1/2023).
Sri Mulia mengatakan, dari pembacaan dakwaan pihak penasehat hukum kedua terdakwa sama sekali tidak mengajukan tanggapan atau eksepsi.
“Sidang akan kembali digelar pada Minggu depan atau Selasa (3/2/2023). Agenda materi pemeriksaan saksi-saksi,” ujarnya.
Sementara terkait jumlah saksi yang akan dihadirkan pada sidang selanjutnya, Sri Mulika mengaku masih belum tahu. Karena masih akan berkoordinasi dengan Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang terlebih dahulu.
Seperti diketahui, sejumlah orang melakukan pembongkaran aset Stadion Kanjuruhan tanpa izin pada 28 November 2022. Aset yang dibongkar yakni pagar pembatas antara tribun dan lapangan dengan panjang sekitar 4 meter.
Tak hanya pagar, dua area blok paving seluas 17 meter persegi dan 34 meter persegi di dekat pintu evakuasi juga ikut dibongkar. Kerugian akibat pembongkaran tanpa izin itu diperkirakan mencapai Rp 59 juta.
Pembongkaran tanpa izin itu telah dilaporkan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Malang pada 1 Desember 2022 lalu kepada kepolisian.
Pasca ditangkap, kedua tersangka mengaku tergiur keuntungan hingga nekat membeli Surat Perintah Kerja (SPK) belakangan palsu senilai Rp 750 juta.(Red)