JAKARTA, Cakrayudha-hankam.com – Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) menyatakan proses ekstradisi buronan kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) Paulus Tannos membutuhkan waktu empat bulan. Hal ini lantaran masih ada proses hukum di negara Singapura.
“Hasil komunikasi kami dengan mitra asing di Singapura, paling cepat bisa empat bulan. Mungkin bisa lebih dari itu karena ada sebuah proses hukum yang harus dilalui,” kata Kepala Bagian Kejahatan Internasional (Kabag Jatinter) Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri Kombes Pol Ricky Purnama saat dikonfirmasi, Sabtu (22/3/2025).
Ricky menegaskan, pihak Singapura mempunyai waktu selama 45 hari masa penahanan untuk menjawab permohonan ekstradisi Paulus Tannos. Menurut Ricky, Pemerintah Singapura telah memenuhi permohonan ekstradisi Paulus Tannos dari Pemerintah Indonesia.
“Namun, karena pihak Singapura akan melakukan proses berdasarkan sistem hukum mereka. Untuk selanjutnya melakukan peninjauan dan asesmen terhadap permohonan ekstradisi kita, keputusan dari proses hukum yang berjalan di Singapura,” ujar Ricky.
Sementara itu, Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia Brigjen Pol Untung Widyatmoko menjelaskan, proses ekstradisi Tannos menggunakan cara diplomasi. Diplomasi ini dipimpin oleh Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Kementerian Hukum (OPHI Kemenkum) dan Kejaksaan Agung.
“Untuk tugas kami, mulai dari professional arrest (penangkapan secara profesional), arrest warrant (surat perintah penangkapan), itu sudah kami lakukan. Saat ini penahanan berada di pihak Attorney General (Jaksa Agung) Singapura,” kata Untung.
Informasi yang menyebar, menyebutkan bahwa Paulus Tannos adalah buronan kasus dugaan korupsi pengadaan E-KTP yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 13 Agustus 2019, dan ditangkap di Singapura pada awal 2025. Paulus Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra. (Red-050)
Sumber: rri.co.id